PPKN

MENCERMATI SISTEM PERADILAN  DI INDONESIA 


ANGGOTA  KELOMPOK 4:

1. ANNAISHA CAHAYA ATINA 
2. DINDA RAHMAWATI
3. FAHRI SULAIMAN 
4. HAFIZ SUHARYAT
5. JIDAN FAHRUROJI 
6. LUTFAN SAUQI

1. Pengertian dan Tujuan 

    Sistem peradilan Indonesia hakikatnya adalah suatu mekanisme dari keseluruhan komponen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hierarki kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang bersifat prosedural dan saling berkaitan. Tujuan sistem peradilan adalah mewujudkan keadilan hukum.
    Komponen prosedural sistem peradilan Indonesia mencakup proses  penyelidikan/penyidik, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Sisi ini mencakup proses pengajuan  perkara berlangsung, mulai dari penyelidikan/penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan.
      Pada dasarnya peradilan selalu bertalikan dengan pengadilan. Titik berat peradilan tertuju pada prosesnya, pengadilan pada cara, sedangkan badan pengadilan pada badan, dewan, hakim,  atau instansi pemerintah.
    Sistem Peradilan Di Indonesia, tidak dapat terlepas dari konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang- Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang -Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
        Sistem Peradilan Di Indonesia atau nasional sama artinya dengan pengadilan negara yaitu lembaga yang dibentuk oleh negara sebagai bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara. Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan  orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang. Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk. 

2. Dasar hukum 

    Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum (Rechtsstaat) ,masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan Indonesia mendasarkan setiap kegiatan kebijaksanaan pada hukum yang berlaku. 
     Sistem hukum di Indonesia berasal dari pencampuran antara sistem hukum di Eropa, hukum agama, dan hukum adat. sebagian besar sistem yang di anut mengacu pada hukum Eropa, khususnya belanda. Hal ini di dasar kan fakta sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas wilayah jajahan belanda. hukum agama juga merupakan dari sistem hukum di Indonesia karna sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam, makna hukum Islam lebih banyak di terapkan, terutama perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Sementara itu hukum adat merupakan aturan aturan masyarakat yang di pengaruhi oleh budaya budaya yang ada di wilayah nusantara dan di wariskan turun temurun.
    Sistem peradilan di Indonesia di dasarkan pada Pancasila, terutama sila kelima, yang kemudian di turunkan ke dalam UUD NRI tahun 1945 pasal 24, khususnya pada:

a) ayat (2) yang menyebutkan "kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh mahkamah konstitusi" ,dan 

b) ayat (3) yang menyebutkan "badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman di atur dalam undang undang."

3. Klasifikasi Lembaga Peradilan 

  Dalam pasal 18 Undang - Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”


        A. Lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung 

            1) Peradilan Umum, yang meliputi: 

                a) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan 

                b) Pengadilan  Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi. 

            2) Peradilan Agama yang terdiri atas: 

                a) Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. 

                b) Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi. 

            3) Peradilan Militer, terdiri atas: 

                a) Pengadilan Militer, 

                b) Pengadilan Militer Tinggi, 

                c) Pengadilan Militer Utama, dan 

                d) Pengadilan Militer Pertempuran. 

            4) Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri atas: 

                a) Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota,

                b) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi.


       B. Mahkamah Konstitusi (MK)

    Badan-badan peradilan di atas merupakan sarana bagi rakyat pencari keadilan untuk mendapatkan haknya di dalam lapangan peradilan nasional. Badan-badan tersebut mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi sebuah lembaga peradilan adalah sebagai berikut. 

1. Kompetensi relatif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya untuk mengadili suatu perkara. Misalnya, penyelesaian perkara perceraian bagi penduduk yang beragama Islam maka yang berwenang untuk menyelesaikannya adalah peradilan agama. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, disidangkan di pengadilan militer. 

2. Kompetensi absolut, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum atau wilayah tugas suatu badan peradilan. Misalnya, pengadilan negeri, wilayah hukumnya hanya meliputi satu kabupaten atau kota dan hanya berwenang menyidangkan perkara hukum yang terjadi di wilayah hukumnya. 

    Ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang - Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. UU ini diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. UU ini kemudian diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2013 Tentang perubahan Kedua atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Perpu ini kemudian ditetapkan menjadi UU dengan UU No. 4 Tahun 2014.


         C. Komisi Yudisial

    Ketentuan mengenai Komisi Yudisial diatur dalam Undang - Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. UU ini diubah dengan UU no. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
    Komisi Yudisial terdiri atas pimpinan dan anggota. Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang merangkap anggota. Komisi Yudisial mempunyai tujuh orang anggota. Anggota Komisi Yudisial merupakan pejabat negara yang direkrut dari mantan hakim, praktik hukum, akademis hukum, dan anggota masyarakat.
    Tugas Komisi Yudisial adalah menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, serta membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi serta presiden dan DPR.

          D. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum 

    Berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang dimaksud dengan peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
    Di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang. Pada pengadilan khusus diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Di lingkungan peradilan umum terdapat sejumlah pengadilan khusus seperti pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan hubungan industrial, pengadilan tindak pidana korupsi, dan pengadilan perikanan.

         E. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Agama

    Berdasarkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang dimaksud dengan peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tinggi. 

         F. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Militer

    Peradilan militer diatur melalui UU No. 31Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Peradilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer pertempuran. 
    Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat. Oditurat merupakan badan TNI yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan angkatan bersenjata berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI Oditurat terdiri dari:
    1) oditurat militer,
    2) oditurat militer tinggi,
    3) oditurat jenderal, dan
    4) oditurat militer pertempuran.

       G. Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

    Dasar hukum keberadaan peradilan tata usaha negara adalah Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara yang kemudian diubah dengan Undang - Undang Nomor 9 tahun 2004. UU ini kemudian diubah lagi dengan Undang - Undang No. 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
    Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai negara tertinggi.

4. Peran Lembaga Peradilan

    Berdasarkan Pancasila, lembaga peradilan berperan untuk menerapkan serta menegakkan hukum dan keadilan. Pengadilan sebagai lembaga penegak hukum bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya agar mendapatkan keadilan. Agar hukum dan keadilan dapat diterapkan dan ditegakkan, pengadilan harus dilaksanakan berdasarkan asas - asas berikut.

    a) Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang - undang menentukan lain.

    b)  Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

    c) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda -bedakan orang.

    d) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

    e) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak - pihak yang bersangkutan, kecuali undang - undang menentukan lain.

    f) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya.

    g) Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledehan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang - undang.

    h) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai - nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan buruk dari terdakwa.

    i) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang - undang atau karena kekeliruan mengenai terdakwa atau hukum yang diterapkan kepadanya berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi, serta memperoleh kekuatan hukum tetep. Hal ini disebut dengan asas praduga tak bersalah. 

    j) Tidak seorang pun dapat dihadapkan ke pengadilan selain yang ditentukan oleh undang - undang.

    k) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

    l) Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat melakukan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak - pihak yang bersangkutan, kecuali undang - undang menentukan lain.

    m) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak - pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang - undang.   

Komentar

Postingan Populer